cxhkir.com

Misi Hidup dan Mati Tiza Mafira Selamatkan Bumi dengan Diet Kantong Plastik

Tiza Mafira, pendiri Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik

Jakarta -

DKI Jakarta akhirnya memberlakukan pelarangan kantong plastik sekali pakai per 1 Juli 2020 di pusat belanja sebagai upaya pencegahan masalah sampah yang kian memprihatinkan. Sebuah kemajuan yang mustahil terwujud tanpa perjuangan Tiza Mafira dan rekan-rekan sejawatnya.

Tiza merupakan sosok di balik Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP), sebuah organisasi nirlaba yang getol mengampanyekan gaya hidup ramah lingkungan yang bebas plastik.

Didirikan pada 2013, GIDKP juga memiliki utama mendorong pemerintah sebagai regulator untuk membuat kebijakan yang sifatnya preventif.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Inisiasi tersebut berawal dari sebuah petisi yang tercetus saat Tiza terjebak di kantor karena hujan deras.

Sembari menunggu, ia memantau kondisi ibu kota yang dikepung banjir melalui lini masa di Twitter. "Banyak yang misuh-misuh menyalahkan pemerintah karena dianggap nggak becus bersihkan gorong-gorong. Padahal sampah itu dari kita juga," ujar Tiza saat berbincang dengan baru-baru ini.

Menurut perempuan kelahiran Jakarta, 1980, ini, keluhan netizen itu mencerminkan betapa rendahnya kepedulian masyarakat untuk menjaga lingkungan dari sampah.

Tiza pun gelisah saat menyadari akar persoalan yang sebenarnya. "Zaman dulu bicara sampah cuma soal daur ulang. Jadi nunggu sampahnya ada dulu baru didaur ulang. Kita tidak pernah bahas upaya pencegahan," tutur Tiza yang kala itu masih bekerja di sebuah firma hukum.

Tiza Mafira, pendiri Gerakan Indonesia Diet Kantong PlastikTiza Mafira, pendiri Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (Foto: Dok. Pribadi)

Kegelisahannya lantas memotivasi Tiza untuk membuat sebuah petisi kantong plastik berbayar pada Januari 2013. Lewat petisi #pay4plastic di Change.org, ia mendesak setiap pasar swalayan untuk berhenti memberikan kantong plastik secara gratis kepada pelanggan sebagai langkah awal untuk mencegah sampah yang kebanyakan berasal dari plastik.

Gayung bersambut, petisi tersebut ternyata mendapat banyak respons positif. Petisinya sekaligus mempertemukan Tiza dengan orang-orang yang memiliki kepedulian yang sama. Dari situ, mereka sepakat untuk bergerak bersama untuk membuat petisi tersebut kian tergaung sehingga makin banyak orang yang berpartisipasi. Komunitas inilah yang kemudian dikenal sebagai GIDKP.

Sebanyak 70 ribu tanda tangan akhirnya terkumpul dalam kurun tiga tahun. Jumlah yang dirasa cukup untuk meyakinkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk segera mengambil tindakan.

GIDKP kemudian menyerahkan petisi tersebut kepada KLHK yang tiga bulan setelahnya uji coba 'Kantong Plastik Tidak Gratis' di 27 kota dan kabupaten. Pada 2016, Banjarmasin di Kalimantan Selatan menjadi kota pertama yang resmi memberlakukan pelarangan kantong plastik gratis.

Tiza Mafira, pendiri Gerakan Indonesia Diet Kantong PlastikTiza Mafira saat peluncuran program Pasar Bebas Plastik di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. (Foto: Dok. Pribadi)

Melihat gerakan yang dirintisnya mulai membuahkan hasil, Tiza merasa perlu mendedikasikan waktu dan pikiran secara penuh agar dapat memberikan dampak yang lebih maksimal.

Ia pun memberanikan diri untuk berhenti dari pekerjaan. Padahal, karier Tiza sebagai seorang advokat senior sedang mapan-mapannya. Sebuah keputusan yang tak pernah disesali ibu dua anak ini. "Setelah keluar, nggak pernah ingin balik," katanya.

Pantang Menyerah

Berjuang melawan sampah plastik sudah seperti sebuah panggilan hidup bagi Tiza. Berbekal ilmu hukum lingkungan yang didapatnya hingga jenjang S2 di Harvard Law School, ia aktif bergerak bersama GIDKP dengan pendekatan advokasi, kolaborasi, dan edukasi.

Walau demikian, seperti diakui Tiza, bukan berarti aksi mereka selalu berjalan mulus. Masalah sampah sudah terlampau kusut dan membutuhkan solusi hulu hingga hilir.

"Pernah sampai pada titik ingin give up, soalnya seperti menghadapi dunia. Sampah bukan suatu masalah kecil, karena didukung oleh berbagai masalah lainnya, mulai dari mindset, faktor edukasi, ekonomi, hingga politik," terangnya.

Tiza Mafira, pendiri Gerakan Indonesia Diet Kantong PlastikFoto: Dok. Pribadi

Beruntung Tiza berada di tengah komunitas yang solid. Rasa seperjuangan mereka yang terus membakar semangat Tiza untuk melanjutkan misinya.

"Bagi teman-teman yang aktif dalam isu lingkungan, pekerjaan kami seperti misi hidup dan mati. Ini kalau gak berhasil, manusia akan punah. Kalau krisis iklim dan polusi, 10 tahun lagi kita minum air yang semuanya sudah tercemar mikroplastik. Anak kita mau jadi apa? Jadi, ini sebuah keharusan demi eksistensi manusia," katanya.

[Gambas:Instagram]



Perjuangan mereka tentu terbayarkan. Uji coba Kantong Plastik Tidak Gratis bersama KLHK diklaim berhasil mengurangi kantong plastik hingga 55 persen. Setelah 10 tahun eksis, GIDKP berhasil mendorong lebih dari 70 kota dan kabupaten melarang penggunaan plastik sekali pakai.

Pernah pula Tiza melakukan sosialiasi lewat medium film. Ia dilibatkan sebagai salah satu tokoh dalam film dokumenter, yakni 'The Story of Plastic' (2019) yang telah memenangkan Emmy Awards, dan 'Pulau Plastik' (2021).

Tiza Mafira, pendiri Gerakan Indonesia Diet Kantong PlastikFoto: Dok. Pribadi

Komitmen Tiza pada lingkungan turut mendapat apresiasi baik dalam skala nasional maupun internasional. Pada 2018, Tiza Mafira menjadi satu dari lima tokoh aktivis lingkungan hidup dari lima negara (Indonesia, India, Inggris Raya, Thailand, dan Amerika Serikat) yang menyabet penghargaan Ocean Heroes dari Badan Lingkungan PBB (UN Environment Programme). Pemerintah Indonesia sendiri memberikan Tiza Anugerah Revolusi Mental pada 2019.

Tentu pekerjaan belum usai. Hingga saat ini, Tiza masih terus melawan kantong sampah plastik. Belakangan, ia giat mengampanyekan gerakan guna ulang yang diluncurkan saat Hari Peduli Sampah Nasional tahun lalu yang jatuh setiap 21 Februari.


"Beda dari daur ulang. Intinya kita mengapresiasi sebuah barang sebagai barang yang bisa dipakai berulang kali. Bukan cuma kita konsumen melakukan, tapi produsen juga. Produsen merancang barang yang bisa dipakai berkali-kali. Sebenarnya ini terinspirasi dari budaya kita. Dari dulu sudah menerapkan daya guna ulang. Contohnya, mbok jamu yang selalu pakai gelas, atau penjual bakso yang menyajikan makanan di mangkok yang bisa dicuci lagi," terang Tiza.

Tiza Mafira, pendiri Gerakan Indonesia Diet Kantong PlastikFoto: Dok. Pribadi


K-Talk: Mengekspresikan 'WALK' ala NCT 127

K-Talk: Mengekspresikan 'WALK' ala NCT 127


(dtg/dtg)
tiza mafira gerakan indonesia diet kantong plastik

Terkini Lainnya

  • Intimate Interview

  • Pantang Menyerah

Tautan Sahabat